Pada bulan ini, para penggemar manga kembali dihibur dengan kemunculan gambar dari serial lanjutan Naruto. Ya, Boruto: Naruto Next Generations telah menghadirkan chapter pertamanya lewat publikasi Weekly Shonen Jump edisi ke-23. Kisah petualangan ninja nan legendaris yang telah bertahan selama 15 tahun tersebut, tamat pada tahun 2014 kemarin. Tentunya kehadiran kelanjutan kisah para ninja Desa Konoha dalam wujud Boruto, sudah dinantikan banyak fans Naruto di seluruh dunia.
Namun bila kamu merupakan salah satu penggemar Kishimoto-sensei, mangaka Naruto, tentu kamu akan bertanya-tanya saat membaca chapter pertama dari kisah Boruto. “Kok gambarnya berbeda ya? Tidak sama dengan serial Naruto sebelumnya,” pertanyaan tersebut mungkin akan muncul dalam benakmu, ketika menemukan perbedaan yang jelas dalam gambar Boruto.
Boruto: Naruto Next Generations
Selepas menamatkan serial Naruto pada 2014 lalu, Masashi Kishimoto menyatakan bahwa dia tidak akan membuat lanjutan dari serial manga Naruto. Itu disebabkan Kishimoto-sensei ingin fokus menggarap serial manga baru bergenre science fiction yang diharapkannya dapat melebihi kepopuleran Naruto.
Kalau begitu, siapa yang mengerjakan proyek Boruto? Serial Boruto dikerjakan oleh tim yang dengan dua tokoh sentral yaitu Ukyo Kodachi (cerita) dan Mikio Ikemoto (gambar). Kodachi sebelumnya merupakan penulis novel Naruto Hiden, kisah Naruto dalam bentuk novel. Sedangkan Ikemoto adalah asisten Kishimoto-sensei yang membantunya dalam menggarap manga Naruto. Dalam tim tersebut, Masashi Kishimoto bertindak sebagai supervisor bagi kedua Ikemoto dan Kodachi.
Namun setelah terbitnya chapter pertama dari Boruto, fans memberikan reaksi beragam. Ada yang memuji art work Ikemoto yang khas dan berbeda dengan gaya Kishimoto-sensei, namun tak sedikit juga yang kecewa.
Mereka yang kecewa bahkan membandingkan secara head to head karya Ikemoto dengan Kishimoto-sensei, terutama pada desain karakter Naruto dan Hinata. Sebagian mengatakan gambarnya jadi mengerikan, sebagian mengatakan art work Ikemoto kurang mature, sebagian lainnya bahkan menginginkan bila bukan Kishimoto yang menggambar serial manga Boruto, lebih baik tidak usah sekalian. Menurut mereka bila dipaksakan, malah akan merusak image dari karya legendaris selama 15 tahun tersebut.
Sebenarnya reaksi fans yang seperti itu, mungkin sudah diprediksi oleh Masashi Kishimoto. Karena memang telah beberapa kali terjadi, ketika sebuah manga yang sudah mendapat tempat khusus di hati para penggemarnya, kemudian kisah manga tersebut dilanjutkan oleh bukan pengarang aslinya, maka kekecewaan yang muncul. Itulah yang membedakan antara komik Jepang dengan komik Amerika. Di Amerika, DC dan Marvel memiliki beragam komikus untuk satu karakter yang sama. Walau gambar dan art work dari karakter tersebut jadi berbeda, namun para penggemar komik Amerika tetap dapat menikmati membacanya.
Lalu selain Boruto yang melanjutkan serial Naruto, manga apalagi yang dilanjutkan oleh bukan pengarang aslinya? Dua di antaranya, yang cukup terkenal di Indonesia, adalah Dragonball dan Doraemon.
Dragon Ball GT
Mirip seperti Boruto: Naruto Next Generations, serial Dragonball GT juga tidak dibuat oleh pengarang aslinya, Akira Toriyama. Serial yang hanya tampil dalam bentuk anime ini, merupakan produksi tim Toei Animation dengan menggunakan karakter-karakter Dragon Ball milik Akira Toriyama. Kisahnya sendiri didesain terjadi setelah kisah Dragonball Z. Toriyama-sensei menyebutkan serial ini sebagai “Side Story dari kisah asli Dragonball” yang bisa berarti memiliki universe yang berbeda dengan serial Dragon Ball sebelumnya.
Sama seperti kisah dalam movies, terutama versi live action Dragonball: Evolution, kisah dalam Dragonball GT memang sedikit berbeda dengan dunia Dragon Ball sebelumnya. Salah satu contohnya adalah Vegeta (Bezita) yang sempat tampil dengan rambut yang dipotong di bagian atas dan berkumis, serta Krillin (Kuririn) yang memiliki rambut juga kumis.
Serial ini pun kemudian menuai kritik dari banyak pihak. Tidak hanya para penggemar Dragon Ball, bahkan Anime News Network menyatakan bahwa pertarungan-pertarungan dalam serial ini adalah “seperti senam anak-anak” dan menyebutkan bahwa lawan-lawan Goku dan kawan-kawan dalam serial sebelumnya jauh lebih hebat daripada yang mereka hadapi dalam Dragonball GT. Tak heran anime ini berumur pendek, hanya tayang sebanyak 64 episode selama tahun 1996 – 1997.
‘Kegagalan’ Dragonball GT semakin diperkuat ketika serial baru dari manga populer ini hadir, Dragon Ball Super. Kisah Dragon Ball Super yang berlangsung setelah pertarungan Goku, Piccolo dan kawan-kawan melawan Buu, membuat alur kisah dalam Dragon Ball GT menjadi seakan tidak pernah terjadi. Apalagi dalam serial terbaru ini, Akira Toriyama turun langsung dan terlibat dalam pengerjaannya. Dapat ditebak bahwa Dragon Ball Super akan lebih disukai para fans dibanding Dragon Ball GT.
Doraemon+
Setelah duo mangaka Fujiko Fujio memutuskan untuk berpisah pada tahun 1987, disusul meninggalnya Fujiko F. Fujio (Fujimoto Hiroshi) pada tahun 1996, kelanjutan kisah Doraemon sempat menghadapi dilema. Kepergian Fujiko F. Fujio menyisakan sebuah tanda tanya besar; bagaimana akhir kisah si robot kucing dari masa depan tersebut?
Ketika itu akhirnya Fujiko Pro, pihak pemegang hak cipta atas karakter Doraemon, kemudian memutuskan bahwa Doraemon belum akan tamat dalam waktu dekat. Manga Doraemon sempat terhenti saat itu, selepas meninggalnya Fujiko F. Fujio. Fujiko Pro pun melahirkan banyak anime movie tentang Doraemon, untuk memenuhi kerinduan para penggemar akan robot kucing kesayangan mereka.
Hingga pada tahun 2005, lahirlah serial baru berjudul Doraemon+ (Doraemon Plus) yang mengandung cerita-cerita baru dan belum pernah ditampilkan dalam episode manga sebelumnya. Manga terbitan Shogakukan ini kemudian disusul dengan kehadiran anime dan movie terbaru Doraemon sepeninggal Fujiko F. Fujio. Film layar lebar Doraemon terus diproduksi hingga kini, judul terbarunya adalah Doraemon: Nobita and The Birth of Japan 2016.
Tentu saja seluruh seri terbaru Doraemon tersebut, baik manga, anime maupun movie, bukan merupakan karya mendiang Fujiko F. Fujio. Walau begitu, duet Fujiko Pro dan Shogakukan Production dalam memproduksi Doraemon+ mendapat sambutan positif dari para fans. Bahkan movie Doraemon selalu ditonton banyak orang, termasuk salah satu box office tahun 2014 lalu, Stand By Me Doraemon.
Berbeda dengan Boruto dan Dragon Ball GT, Doraemon cukup mampu memuaskan para fans, walau bukan pengarang asli yang membuatnya. Bisa jadi itu karena karakter maupun cerita Doraemon yang tidak terlalu rumit dan mudah diterima oleh berbagai kalangan.
Banyaknya penggemar dan demi mengenang karya-karya fenomenal Fujiko F. Fujio, di prefektur Kanagawa kemudian didirikan Museum Fujiko F. Fujio. Di dalam museum yang memuat berbagai barang peninggalan Fujiko F. Fujio ini, para pengunjung dapat menikmati berbagai desain dan perlengkapan Doraemon seperti dalam manga maupun anime.
Dengan itu diharapkan agar masyarakat Jepang dan juga masyarakat dunia, tidak akan pernah melupakan sosok robot kucing penyuka dorayaki tersebut.
Nah, itulah ketiga manga legendaris yang pembuatannya dilanjutkan bukan oleh pengarang aslinya. Apakah kamu tahu manga selain ketiganya? Sampaikan pendapatmu ya!